Suatu pagi di awal Juni lalu Wapres Mahasiswa UIN Suska Riau periode 2010-2011 saudara Mukhlis mengajukan pertanyaan, “Bang, menurut Abang bagus nggak kalau kita yang masih muda ini sudah terlibat di politik praktis?” karena saudara kita ini telah terdaftar sebagai Caleg 2014 yang diusung salah satu partai politik.
Paling tidak ada dua kata, anak muda dan politik praktis. Sebagian besar masyarakat kita masih belum bisa menerima dengan baik perkawinan dua kata tersebut. Pertama, anak muda dalam pandangan mereka mesti mempunyai pengetahuan yang mumpuni terlebih dahulu, dan ini sesuai dengan apa yang pernah disampaikan oleh imam Syafi’i bahwa anak-anak muda yang terjun ke dunia politik akan kehilangan kesempatan menuntut ilmu yang lebih banyak. Kedua, secara psikologis anak muda belumlah mempunyai kematangan mental atau belum lama terombang ambing oleh ombak kehidupan, sehingga emosional akan mudah tersulut. Ketiga, ini tepat sekali menyambung yang kedua, yaitu belum juga matang secara ekonomi, apalagi mahasiswa yang baru saja menyelesaikan pendidikannya. Bukankah dunia politik memerlukan pendanaan yang tinggi (high cost)!. Keempat, dan ini yang banyak diamini oleh banyak masyarakat kita, bahwa dunia politik adalah dunia kotor (dirty world), maka mereka yang masuk dalam keadaan bersih bakal keluar dalam kondisi kotor.
Sekarang, bagi teman-teman yang terjun ke dunia politik adalah mementahkan apa yang menjadi arus pemikiran masyarakat tersebut. Saya selalu mengajak kita untuk membaca sejarah seraya belajar dari manusia yang lebih dulu hadir di muka bumi ini. Muhammad al-Fatih diangkat menjadi raja pada usia 16 tahun, saudara bisa banyangkan kalau di Indonesia usia tersebut belum lulus verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketika banyak yang meragukannya apakah dia mempunyai basis keilmuan yang baik dan juga kemampuan menejerial yang bagus, ia mengatakan, “Saya memang muncul di akhir dan dalam kondisi muda pula, namun saya akan melakukan apa yang belum pernah dilakukan orang-orang terdahulu,” yang belum dilakukan orang sebelumnya adalah menakhlukkan Konstantinopel, dan itu ia lakukan di usianya yang kedua puluh tiga tahun.
Kemudian kematangan psikologis bagi saya bukanlah persoalan usia, namun soal kearifan menyikapi kehidupan. Tidak sedikit orang tua yang masih kekanak-kanakan, namun juga tidak jarang anak-anak muda yang sudah dewasa jalan pikirannya. Jadi sekali lagi kedewasaan atau kematangan psikologis tidak menempel pada satu tingkatan usia.
Seterusnya kematangan ekonomi. Kalau ini adalah alasan dari tingginya biaya politik, maka saran saya ini saudara lupakan. Dan berfokuslah pada jaringan, karena relasi bagi saya better than money, sambil tentunya saudara terus membenahi.
Dan terakhir, adanya setengah anekdot (saya katakan setengah anekdot, karena ada juga benarnya) bahwa orang-orang terdahulu masuk penjara dulu kemudian menjadi pejabat, sekarang sebaliknya, jadi pejabat dulu baru kemudian dipenjara. Saudara mindset itu seringkali terlahir dari realitas, maka hanya sikap saudara yang bisa membalikkannya.