Tidak salah memang melebelkan keterkaguman dengan keberhasilan yang diraih seseorang, karena manusiawinya manusia memang begitu; teduh mata memandang yang cantik, terbit selera pada yang menarik. Namun, ketika ketakjuban itu berhenti di sana maka jadilah kita bagian dari masyarakat instan.
Masyarakat instan adalah masyarakat yang kenal hasil tapi lupa proses, mendambakan keberhasilan namun enggan bekerja keras, mimpinya bernilai tinggi namun tidak belajar sama sekali, hasratnya berprestasi namun jiwa miskin spirit kompetisi.
Menjamurnya masyarakat demikian, menjelaskan kepada kita kenapa sebagian putra putri bangsa ini mempunyai energi yang tidak bertahan lama. Mudah mengeluh, cepat berpuas diri, selalu mengatakan sulit, dan membangun ragam alasan untuk memaklumi kekurangannya. Kalau begitu, usahkan badai menghantam dikecipak air pun sampannnya karam.
Seseorang itu disebut sebagai orang besar adalah karena kemampuannya menghimpun kerja-kerja kecil yang tiada henti lalu konsistensi dengan pekerjaannya tersebut. Di saat yang lainnya sudah mengatakan lelah, ia mengkuat-kuat dirinya, di kala yang lainnya mengatakan masih lama lagi perjalanan, ia mengatakan sudah jauh yang kita tempuh.
Kagumlah kita pada Bill Gates dengan Microsoftnya, namun taukah kita bahwa dari garasi rumahnyalah semua bermula. Takjublah kita pada almarhum syekh Ahmad Yasin yang diantar ribuan pelayat ke pemakamannya, namun dari semangat berbagilah semua berawal. Atau bahkan kita terheran-heran mendengar berita di berbagai belahan dunia bahwa pengikut agama yang di bawa Muhammad ini saban hari terus bertambah, tapi sirah mendedahkan kepada kita bahwa hari-harinya dulu tiada alpa dari caci maki dan kecaman.
Bangunlah ketergaguman kita kepada orang-orang besar, namun telusurilah dari mana mereka berjalan.