

Seringkali kita jumpai dalam berbagai training; apakah training motivasi hidup, bisnis, publik speaking terkait melatih kemampuan mendengar. Dalam sebuah ungkapan berbentuk pertanyaan, kenapa Tuhan menciptakan telinga dua dan mulut satu pada diri kita? Supaya kita lebih sering mendengar daripada bicara.
Seperti hal-nya paket membaca dan menulis, seseorang akan bisa menulis dengan baik kalau ia banyak membaca. Dan akan menjadi pembicara yang baik dan terarah pula ketika seseorang tersebut pada saat sama adalah pendengar yang baik. Maka analoginya, kalaulah mendengar itu kita ibaratkan sebagai air yang ditumpahkan ke dalam tank, maka bicara adalah air yang disalurkan dan terpancar lewat krannya. Air di kran akan keluar dengan deras ketika memang tank-nya dalam kondisi terisi, dan begitu pun sebaliknya.
Pada sisi lain kalau bicara itu adalah hak, maka mendengar itu adalah kewajiban. Kalau bicara itu menunjukkan kita berkontribusi, sejatinya mendengarkan itulah adalah peduli. Dan kalau suatu ketika kita diminta untuk berbicara atau mempresentasikan ide dan gagasan, maka maksimalkanlah kesempatan itu untuk tampail sebaik mungkin. Begitupun kalau kita menghadiri suatu pertemuan atau seminar, bawalah alat tulis atau rekaman. Karena dalam sebuah forum itu hanya ada dua model manusia tersebut yang mendapatkan posisi terbaik, menjadi pembicara yang baik atau pendengar yang baik.
Namun, seringkali yang ada itu hanya pelatihan berbicara, jarang sekali kita temui pelatihan mendengarkan. Sama seperti menjamurnya pelatihan kepemimpinan dan zero percent pelatihan menjadi pengikut. Buahnya kita dapati adalah semua mau bicara, semua mau menjadi pemimpin, minus pendengar dan pengikut. padahal di antara prasyarat menjadi pemimpin besar itu juga adalah menjadi seorang pendengar.
Ada beberapa cara untuk melatih kemampuan mendengarkan ini. Pertama, kalau kita baru kenal seseorang. Maka dengarkanlah berbagai ceritanya, terus dengarkan. Dan kalau pun kita mau bicara, maka bicaralah dalam bentuk pertanyaan, sehingga ia kembali yang harus bicara. Kedua, ketika dalam suatu forum, apalagi forum yang menuntut kita lebih pasif, seperti seminar. Silahkan bertanya, namun minimalisir bahkan hindari menyanggah. Kalau pun itu forum diskusi atau rapat, maka tetap lebihkan waktu kita untuk mendengarkan daripada bicara. Ketiga, kalau ada teman atau pasangan kita yang sedang membaca mintalah ia mengeraskan suara, sehingga kita bisa mendengarkannya. Keempat, hindari bergurau atau bercoloteh yang tidak tau ujung pangkalnya, karena di samping menghabiskan energi ia juga membuat pola pikir kita tidak beraturan.
Kalau kita sudah sering melatih diri untuk mendengarkan, maka rasakanlah dampak berikutnya pada diri kita. Namun sebelum itu mari sama-sama kita ucapkan, “Saya adalah pendengar yang baik.”